Langsung ke konten utama

Pening Karena STATUS


Ridwan adalah mahasiswa jurusan Dakwah STAIN Samarinda. Ia mengambil program studi Manajement Dakwah (MD) karena ia merasa program ini lebih spesifik dengan keberadaannya. Semenjak dibukanya pendaftaran penerimaan mahasiswa baru di STAIN, Ridwan terus kebingungan baik dari segi mekanismenya, hingga merasa keterasingannya. Terlepas dari itu Ridwan tetap solid dalam memilih jurusan. Sebenarnya Ridwan adalah lulusan SMA umum yang tadinya akan mendaftar di Universitas umum pula yakni, UNMUL. Persolannya, di UNMUL dia tidak diterima sedangkan di STAIN ia dipersilahkan masuk dengan lulus bersyarat (karena nilai tes baca al-Qur’annya kurang baik).

Semua telah berlangsung dengan baik, Ridwanpun menjadi mahasiswa aktif pada jurusannya tersebut. Tentu Ridwan harus merasa asing, karena Universitas yang didudukinya adalah universitas bidang ke-agamaan sedangkan bagrounnya adalah sekolah umum. Jurusan Dakwah yang ia pilih adalah jurusan yang menurutnya sedikit mudah untuk diikuti sagala program kuliah,, hingga pada metode perkuliahannya.

Tiba saatnya ridwan merasa jenuh, ia bingung dengan keadaan jurusannya ini. Ia merasa bahwa jurusannya ini seperti tidak puya arah dalam menuju prospek kedepan. Bagaimana tidak, Ridwan meskipun lulusan sekolah umum tapi ia adalah anak yang cerdas dan kritis, sementara apa yang ia lihat dan geluti dalam perkuliahannya sedikit kurang menarik. Ini terbukti dengan perjalanan hidupnya bersama Jurusan Dakwah banyak kemelut yang ia hadapi, di antaranya adalah : ia kebingungan apa uang akan menjadi prospek kedepan baginya ketika lulus nanti. ia merasa jenuh dengan keadaan dosen, terkadang masuk, terkadang terlambat, terkadang santai-santai saja. ia melihat bahwa sebagian dosennya tidak professional, sehingga dalam proses perkuliahanpun membosankan baginya.

Karena ia aktif di sebuah organisasi dan banyak teman di kampusnya, terkadang ia merasa terdiskriditkan. Betapa tidak, jurusan Dakwah adalah jurusan yang paling sedikit mahasiswanya di antara jurusan-jurusan lainnya.

Ridwan merasa tidak memilki perkembangan baik pada segi ke-intelektualan, skill, dan kemajuan kreativitasnya.

Dan masih banyak lagi hal-hal yang menjanggal Ridwan selama bersama Jurusan Dakwahnya. Tibalah waktunya ia lulus dari perkuliahannya. Alih-alih dengan persoalannya diatas menjadikannya alumnus Dakwah yang kurang professional. Bagaimana tidak, bayangkan saja selepas dari kuliahnya, Sarjana Sosial Islam (S.Sos.I) ini justru mengambil alih profesi sebagai penjual voucher (pulsa Hand-Phone). Ini adalah imbas dari ketidak telatenan dan kejenuhan yang diperoleh Ridwan semasa kuliah.

Nah, pertanyaannya adalah, Apakah nasib mahasiswa yang duduk dibangku perkuliahan jurusan dakwah sekarang ini akan bernasib sama dengan Ridwan? Pertanyaan ini akan dijawab oleh pihak Jurusan Dakwah dan Lembaga STAIN Samarinda. Mereka harus memberikan gambaran positif tentang prospek Dakwah kedepan. Mereka harus berusaha memaksimalkan kondisi Jurusan Dakwah menjadi jurusan yang diperhitungkan. Melalui pengontrolan kegiatan perkuliahan sampai dengan memberikan program-program yang “cantik” demi terwujudnya masa depan yang cerah dari jurusan Dakwah, baik dari pandangan mahasiswa, Dosen, maupun civitas akademika secara umum yang ada di Sekolah Tinggi Islam Negeri (STAIN) Samarinda.

Postingan populer dari blog ini

Quantum Learning... !

Semasa menjadi kepala sekolah di SMA Alhikam, Desa Tumbak Kec. Pusomaen Kab. Minahasa Tenggara, Aku punya murid paling berandal. Hampir setiap hari malas sekolah dan pekerjaannya mengganggu orang lain. Bahkan tercatat beberapa kali berkelahi.  Dia perokok. Tapi Aku belum pernah tahu dan apalagi melihat ia minum minuman beralkohol. Jika toh ia pernah mabuk-mabukan, Aku yakin itu tidak dilakukan saat sekolah. Namun merokok, adalah pemandangan yang sering ku lihat saat ia masih berseragam.  Suatu ketika, di belakang gedung sekolah, ia dan teman-temannya sedang asik menikmati gumpalan asap rokok. Aku meradang. Rasa-rasanya ingin ku gampar satu persatu, terutama si berandal itu. Tapi Aku khawatir. Bertindak, harus dengan pikiran jernih. Mereka semua siswa yang secara fisik dan mental teruji bertindak anarkis. Bukannya takut, Aku hanya tidak ingin ada berita beredar, guru pukul murid, murid pukul guru, guru murid baku pukul. Jelasnya, Aku pasti kalah. Mereka gerombolan soalnya. Aku ...

Syafieq, Taufik, Bilfagih Akhirnya Bill Saja | Suara Sendiri |

"Nama Itu adalah Doa" Saya menggunakan nama Syafieq Bilfagih untuk menghargai Aba - panggilan untuk ayah -. Nama ini beliau berikan namun secara resmi tidak digunakan. Aba menghargai ibu-nya yang merekomendasikan nama Saya menjadi Taufik Bilfagih.   Apapun arti kedua nama tersebut, pada dasarnya Saya sangat bersyukur. Semoga saja ia menjadi doa terbaik untuk perjalanan hidup saya.  Anda, bisa menyapa Saya dengan sebutan Syafieq, Taufik atau bahkan dengan panggilan Bill saja.  Nah, kenapa lagi Bill ?  Iya. Ini sapaan akrab Saya dulu kala masih kuliah. Sengaja Saya menggunakan kata Bill yang diambil dari nama belakang, Bilfagih. Kebetulan, sewaktu ospek - pengenalan dunia kampus -, panitia mewajibkan setiap peserta menulis inisial namanya hanya empat huruf pada tanda pengenal kami. Jika Saya mengambil dari kata Taufik, maka akan terdengar umum, Ufik.  Saya ingin terdengar unik dan jarang didengar apalagi di kampus berbasis Islam. Bill, s...

Buku Untuk Aba

Selamat Hari Ulang Tahun ke 57 Aba... Anakmu hanya bisa memberikan hadiah buku ringan. Teruslah mengajak kedamaian melalui ayat-ayat Tuhan. ========= Jadilah pembimbing kami hingga akhir hayat. Anakmu mungkin tak kuasa mengikuti jejak langkahmu. Namun, akan ku sampaikan kepada generasi yang akan datang, Bahwa, Engkau pernah hadir memberi warna hidup ini menjadi indah. ============ Terima Kasih atas ajaran cinta damai yang pernah kau torehkan untuk kami ... ! Terimalah persembahan buku Dialog Antarumat Beragama terbitan Mizan ini... Anakmu, terus mencintaimu ... !