Langsung ke konten utama

“TEMPAT” BUAT ORANG KECIL


Oleh : Taufik bill Fagih*

Januari adalah bulan yang paling awal disetiap tahun. Banyak orang yang mempersiapkan segala sesuatu untuk menyambut Januari, apalagi pada tanggal 1 (yang sering kita sebut tahun baru). Tahun baru dipestakan, dimeriahkan, direfleksikan bahkan dijadikan moment untuk menghambur-hamburkan uang demi (ke)besar(an)nya. Berita-berita dalam surat kabar dan televisi berkisar umumnya tentang pesta tahun baru; begitu pula komentar para pejabat, artis dan penulis opini.
Sebuah berita kecil, masih tentang tahun baru, muncul tanpa komentar. Di kota kecil Tarakan, seorang pengusaha kecil – kita menyebutnya PKL (pedagang kaki lima) – yang juga pelajar, dirampok segerombolan preman yang akhirnya menusuk hingga menghabisi nyawa pengusaha kecil tersebut. PKL ini, masih tergolong kecil, berusia 15 tahun, sebagai pelajar di Sekolah Teknik. Pada waktu libur atau waktu di luar jam pelajarannya, ia mencari nafkah untuk membiayai sekolahnya. Kabarnya, ia tinggal di rumah saudaranya, karena kedua orangtuanya telah lama meninggal dunia akibat banjir besar yang pernah terjadi di Aceh (kebetulan keluarganya adalah orang Aceh asli). Ia pun diambil saudaranya di Tarakan. Berita kecil, tentang orang kecil sebagai pengusaha kecil di sebuah kota kecil di tengah-tengah berita besar tentang orang-orang besar (kegiatan para selebriti media dan Negara) di kota-kota besar.
Bagusnya, berita kecil itu dapat muncul di surat kabar. Karena tidak sedikit peristiwa serupa yang tidak berhasil disurat-kabarkan. Salah satu laik berita adalah “kehebohan”. Yang patut dikisahkan adalah yang besar-besar saja. Mana yang dianggap besar tentu saja bergantung pada persepsi khalayak pembacanya dan pengelola surat kabarnya. Bila khalayak itu pemilik rumah, tentu berita yang besar-besar berkaitan dengan rumah. Bila khalayaknya khusus wanita, tentu tokoh-tokoh wanita atau perkembangan model bahkan informasi tentang produk-produk kosmetik baru merupakan berita yang dianggap besar. Bila khalayaknya umum, seperti KOMPAS, maka yang besar adalah umumnya dianggap besar.
Adakah surat kabar atau majalah yang khalayaknya khusus orang-orang kecil? Pada jaman spesialisasi seperti sekarang ini, adakah media yang mengkhususkan diri melaporkan peristiwa-peristiwa besar dikalangan orang kecil? – ada kecuali orang kecil itu dianggap telah melakukan tindakan kriminal, seperti yang banyak diberitakan surat kabar harian Samarinda Post di kota Samarinda. Jumlah orang kecil banyak, tetapi mereka tidak sangup berlangganan surat kabar. Karena itu, suara mereka tidak pernah diperhatikan oleh media massa. Pers sekarang banyak bergantung pada dunia bisnis (komersil), sehingga pengusaha kini lebih mempengaruhi pers.
Pengusaha kecil yang berusia muda itu adalah seorang antara ribuan bahkan jutaan pejuang kecil yang berusaha hidup dalam kemandirian. Ia mewakili generasi produktif yang berusaha mengembangkan kerja keras dan ketekunan. Ia tewas – tidak, tapi ia syahid – dalam perjuangannya. Ia di tikam preman. Jutaan kawannya yang lain gugur di”tusuk” pisau-pisau tajam modernisasi atau birokrasi. Mereka tentu saja menjerit, tetapi jeritannya hilang dalam kebisingan pisau-pisau tajam itu. Adakah media yang bersedia menjadi pengeras suara buat mereka? Wallahu ‘alam bi shawab.

Postingan populer dari blog ini

Quantum Learning... !

Semasa menjadi kepala sekolah di SMA Alhikam, Desa Tumbak Kec. Pusomaen Kab. Minahasa Tenggara, Aku punya murid paling berandal. Hampir setiap hari malas sekolah dan pekerjaannya mengganggu orang lain. Bahkan tercatat beberapa kali berkelahi.  Dia perokok. Tapi Aku belum pernah tahu dan apalagi melihat ia minum minuman beralkohol. Jika toh ia pernah mabuk-mabukan, Aku yakin itu tidak dilakukan saat sekolah. Namun merokok, adalah pemandangan yang sering ku lihat saat ia masih berseragam.  Suatu ketika, di belakang gedung sekolah, ia dan teman-temannya sedang asik menikmati gumpalan asap rokok. Aku meradang. Rasa-rasanya ingin ku gampar satu persatu, terutama si berandal itu. Tapi Aku khawatir. Bertindak, harus dengan pikiran jernih. Mereka semua siswa yang secara fisik dan mental teruji bertindak anarkis. Bukannya takut, Aku hanya tidak ingin ada berita beredar, guru pukul murid, murid pukul guru, guru murid baku pukul. Jelasnya, Aku pasti kalah. Mereka gerombolan soalnya. Aku ...

SATPOL PP dan PKL

Suatu ketika, SATPOL PP bikin ulah lagi. Kali ini target operasinya di sebuah pasar tradisional yang udah ada Perda bahwa pedagang tidak di izinkan untuk beraktivitas dagang di lokasi tersebut. Ada penjual langsat. Belum sempat melarikan diri, barang dagangannya di hambur oleh PP. Karena dianggap melawan, salah seorang Satpol PP mengambil sebuah langsat dan dimasukkan ke lubar “ubur” (pantat) si pedagang kecil. Ia pun menagis dan berteriak histeris. Tak puas dengan ulahnya, SatPol PP melangkah ke jalan berikutnya, mereka menemukan penjual salak. Seperti biasa, salah seorang PP memasukkan barang dagangan tersebut ke dalam pantat pedagang. Anehnya, pedagang tersebut tidak marah, mengangis dan berteriak kesakitan. Tapi justru tertawa terbahak-bahak. Ketika ditanya PP “Kenapa kamu tertawa?” tanya PP. “Hehehe, pak-pak... saya tertawa membayangkan, di sebelah saya ada teman yang lagi jualan Durian. Kasihan pantatnya bakal di masukkin durian... kikikikik” lucon si pedagang.

Lampu Botol, Merawat Tradisi Melawan Kolonialisasi

"Besok, Kamu pergi ke pasar, cari pedagang yang menjual lampu botol. Beli 5 buah ya !" Perintah Ibu kepadaku.  "Memangnya, buat apa lampu botol itu, Ibu?"  "Loh, ini kan sudah akhir Ramdhan. Sudah menjadi tradisi keluarga kita sejak dulu untuk menyalakan lampu botol diakhir Ramdhan." Ibu menjelaskan. Karena masih penasaran, Aku terus mengejar dengan pertanyaan. "Boleh Ibu jelaskan, mengapa tradisi ini harus ada?" "Nak, Ibu tidak tahu persis dengan makna hakikinya. Ibu hanya pernah dijelaskan singkat oleh kakekmu. Menurutnya, lampu botol ini bermakna untuk menyambut lailatul qadar. Karena dulu tidak ada listrik. Sementara untuk menyambut malam ganjil yang special itu, masyarakat harus menerangi rumah dan lingkungannya. Selain itu, masih menurut kakekmu, lampu botol ini dipasang karena banyak masyarakat yang akan membagikan zakat fitrah setelah Tarawih. Jadi butuh penerangan." Terang Ibu. Aku masih belum puas d...