Langsung ke konten utama

MIMPI BURUK TENTANG NEGERIKU

Saat menulis catatan ini, saya baru saja terbangun dari ‘galau’nya tidur. Saya mimpi buruk. Buruk sekali. Bukan bertemu hantu, juga bukan mimpi ditagih hutang oleh perusahaan finance.Kali ini mimpi buruk tentang negeriku. Iya, negeriku Indonesia.

Dalam mimpi ini, digambarkan bahwa rezim paling represif di Indonesia baru saja menjadi semakin represif. Pemerintah mengumumkan peraturan administratif yang sangat ketat. Peraturan-peraturan baru ini membatasi informasi, komunikasi dan kebebasan berpendapat, dari yang sangat kecil menjadi hampir nol. Secara umum, mengakses internet dibatasi pada malam hari saja. 

Semua buku dilarang terbit, kecuali terbitan pemerintah dan kitab suci agama. Ini adalah serangan besar-besaran terhadap pemikiran. Surat kabar yang terbit harus berafiliasi dengan pemerintah. Tujuannya adalah untuk menahan aliran informasi dari pihak-pihak yang kritis. Padahal, suratkabar merupakan sumber informasi terkini yang penting, terutama karena hanya penguasalah yang dapat menonton televisi dan mendengar radio. Rakyat hanya bisa membaca suratkabar saja (sekali lagi, suratkabarnya pun harus yang pro pemerintah).

Isi peraturan-peraturan ini sangat ekstrim hingga bisa ditafsirkan bahwa rakyat dilarang memiliki selembar kertas atau sebatang pena, apalagi komputer dan sejenisnya. Tidur saya semakin gelisah ketika materi mimpi ini membayangkan betapa para perokok yang terpukul cukup keras; dalam sebulan mereka hanya diizinkan merokok sebanyak satu bungkus. (Alasan saya gelisah, karena merokok adalah aktivitas wajib bahkan kebutuhan saya).

Wah, pokoknya mengerikan. Mungkinkah keadaan seperti ini akan terulang kembali? Mengingat di rezim Orde Baru suasana mencekam sebagaimana yang tergambar pada mimpi saya tersebut lama berkuasa. Atau pertanyaannya bukan mungkin, tapi kapankah terjadi lagi? Masih ada waktukah kita? Lihat saja kacau situasi.

Bangun, cepat bangun...

Postingan populer dari blog ini

Quantum Learning... !

Semasa menjadi kepala sekolah di SMA Alhikam, Desa Tumbak Kec. Pusomaen Kab. Minahasa Tenggara, Aku punya murid paling berandal. Hampir setiap hari malas sekolah dan pekerjaannya mengganggu orang lain. Bahkan tercatat beberapa kali berkelahi.  Dia perokok. Tapi Aku belum pernah tahu dan apalagi melihat ia minum minuman beralkohol. Jika toh ia pernah mabuk-mabukan, Aku yakin itu tidak dilakukan saat sekolah. Namun merokok, adalah pemandangan yang sering ku lihat saat ia masih berseragam.  Suatu ketika, di belakang gedung sekolah, ia dan teman-temannya sedang asik menikmati gumpalan asap rokok. Aku meradang. Rasa-rasanya ingin ku gampar satu persatu, terutama si berandal itu. Tapi Aku khawatir. Bertindak, harus dengan pikiran jernih. Mereka semua siswa yang secara fisik dan mental teruji bertindak anarkis. Bukannya takut, Aku hanya tidak ingin ada berita beredar, guru pukul murid, murid pukul guru, guru murid baku pukul. Jelasnya, Aku pasti kalah. Mereka gerombolan soalnya. Aku ...

SATPOL PP dan PKL

Suatu ketika, SATPOL PP bikin ulah lagi. Kali ini target operasinya di sebuah pasar tradisional yang udah ada Perda bahwa pedagang tidak di izinkan untuk beraktivitas dagang di lokasi tersebut. Ada penjual langsat. Belum sempat melarikan diri, barang dagangannya di hambur oleh PP. Karena dianggap melawan, salah seorang Satpol PP mengambil sebuah langsat dan dimasukkan ke lubar “ubur” (pantat) si pedagang kecil. Ia pun menagis dan berteriak histeris. Tak puas dengan ulahnya, SatPol PP melangkah ke jalan berikutnya, mereka menemukan penjual salak. Seperti biasa, salah seorang PP memasukkan barang dagangan tersebut ke dalam pantat pedagang. Anehnya, pedagang tersebut tidak marah, mengangis dan berteriak kesakitan. Tapi justru tertawa terbahak-bahak. Ketika ditanya PP “Kenapa kamu tertawa?” tanya PP. “Hehehe, pak-pak... saya tertawa membayangkan, di sebelah saya ada teman yang lagi jualan Durian. Kasihan pantatnya bakal di masukkin durian... kikikikik” lucon si pedagang.

Lampu Botol, Merawat Tradisi Melawan Kolonialisasi

"Besok, Kamu pergi ke pasar, cari pedagang yang menjual lampu botol. Beli 5 buah ya !" Perintah Ibu kepadaku.  "Memangnya, buat apa lampu botol itu, Ibu?"  "Loh, ini kan sudah akhir Ramdhan. Sudah menjadi tradisi keluarga kita sejak dulu untuk menyalakan lampu botol diakhir Ramdhan." Ibu menjelaskan. Karena masih penasaran, Aku terus mengejar dengan pertanyaan. "Boleh Ibu jelaskan, mengapa tradisi ini harus ada?" "Nak, Ibu tidak tahu persis dengan makna hakikinya. Ibu hanya pernah dijelaskan singkat oleh kakekmu. Menurutnya, lampu botol ini bermakna untuk menyambut lailatul qadar. Karena dulu tidak ada listrik. Sementara untuk menyambut malam ganjil yang special itu, masyarakat harus menerangi rumah dan lingkungannya. Selain itu, masih menurut kakekmu, lampu botol ini dipasang karena banyak masyarakat yang akan membagikan zakat fitrah setelah Tarawih. Jadi butuh penerangan." Terang Ibu. Aku masih belum puas d...