Langsung ke konten utama

Kita & Mereka Sama-sama Punya Kebenaran

Di Sulawesi Utara, kerukunan antar umat beragama tergolong baik. Masyarakat luar mengapresiasi atas situasi keberagaman di sini. Tak terkecuali, warga manca yang pernah berkunjung di Bumi Nyiur ini turut memuji Sulut dari sisi kerukunan tersebut. Pemerintah dan masyarakatnya dianggap berhasil menjaga stabilitas sosial dalam kehidupan berbangsa. Toh, jika ada riak-riak kecil yang berkaitan dengan isu-isu SARA, dengan sendirinya kondisi kembali normal dan tak akan berkembang lebih jauh sebagaimana yang sering terlihat di daerah lain.
1376111543275870244
Di sudut provinsi ini, bersama Kiai Niko Gara - pendeta yang terkenal di Sulawesi Utara sebagai tokoh pluralis - Saya mendapat kesempatan untuk berpartisipasi pada Seminar Kerukunan Antar Ummat Beragama yang diselenggaran oleh mahasiswa KKN (Kuliah Kerja Nyata) Universitas Kristen Tomohon (UKIT) di Batulubang, Pulau Lembeh, Sabtu (03/08). Diundang oleh mahasiswa UKIT sebagai fasilitator sudah sering dilakukan.
Berkali-kali Saya diberi kesempatan untuk mewakili muslim Sulawesi Utara membahas soal isu-isu kerukunan, toleransi bahkan masalah-masalah sosial. Kendati bukan representasi Muslim, karena bisa jadi argumen yang Saya lontarkan tidak bisa digeneralisir sebagai perwakilan ajaran Islam, namun untuk sementara waktu pemikiran yang Saya kemukakan bisa diterima bahkan mendapat apresiasi dari mereka.
Dalam seminar kali ini, Kiai Niko menyampaikan materi yang lebih menekankan pada ajakan kepada masyarakat plural atas pentingnya menjaga keharmonisan hidup dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia. Orang nomor satu Forum Kerukunan Ummat Beragama Sulut ini nampaknya sangat piawai bicara soal isu perbedaan. Baginya, solusi untuk dapat menjaga stabilitas kerukunan ditengah beragamnya latar belakang bangsa ini adalah Pancasila dan UUD 1945. Spirit pancasila akan mampu membentuk masyarakat majemuk menjadi sangat akrab dan damai dalam kehidupan sehari-hari.
Menurut Pendeta, kendati Pancasila bisa menjaga keharmonisan masyarakat Indonesia, namun benturan-benturan antar agama tidak terelakkan disebabkan oleh adanya pemahaman terhadap agama itu secara fundomental sehingga melahirkan penganut yang berfikir radikal. Dari sini, agama dengan segenap ajarannya, harus difahami secara universal dan membumi. Oleh karena itu, setiap penganut agama harus mempraktekkan ajaran agamanya dengan maksimal dan mencari titik persamaan dengan agama lain untuk diangkat, didialogkan dan dirayakan.
Saya sendiri dalam kesempatan tersebut hanya menyampaikan informasi ringan berkaitan dengan ajaran Islam yang mendukung hidup rukun dan damai. Islam sebagai rahmatan lil ‘alamin merupakan salah satu agama yang turut merayakan keniscayaan perbedaan di tengah-tengah kehidupan manusia. Tidak sedikit teks-teks sucinya yang menegaskan bahwa Islam adalah agama damai dan mendamaikan. Dari sini, Saya menyatakan sekaligus mengajak peserta seminar yang didominasi ummat Kristiani itu, bahwa bergaul dengan muslim bukanlah sebuah ancaman melainkan kesempatan untuk dapat bertukar informasi bahkan saling mengisi.
Saya tidak terlalu banyak mengumbar dalil yang menjustifikasi argument tentang dukungan Islam atas anjuran hidup rukun. Para peserta tentu bisa saja melihat ke Google atau mencari literatur terdekat untuk mengetahui hal itu. Seminar tersebut Saya manfaatkan untuk merefleksikan peristiwa sehari-hari yang terjadi antar umat beragama. Termasuk adanya stigma buruk terhadap pemeluk Islam yang menampilkan wajah agamanya menjadi kasar, teroris, bahkan berperangai menakutkan.
Seorang penanya berkata, dari Kristiani tentunya, kenapa ada orang Islam yang mengharamkan mengucapkan Selamat Natal?
Menjawab pertanyaan ini saya harus berhati-hati. Prof. Quraisy Shihab yang pakar tafsir al-qur’an saja di cap kafirakibat pernyataannya terkait ucapan selamat natal. Baginya, selama ucapan tersebut dibarengi dengan keyakinan atas eksistensi Nabi Isa as.-QS. Maryam [19]: 30-maka ucapan tersebut tidak menjadi persoalan. Memang sebagian ulama mengfatwa haram atas hal itu. Ini dikarenakan kekhawatiran jika seorang muslim mengakui atas ketuhanan Yesus melalui ucapan selamat natal. Dengan demikian, muslim dianggap telah menggadaikan keimanan atau aqidahnya. Sehingga itu, perlu adanya kearifan dan kedewasaan seorang muslim yang tersirat dalam niatnya. Dari sini, ucapan selamat natal dengan keyakinan atas kedudukan Nabi Isa serta atas niat menjaga hubungan sosial atas agama lain menjadi boleh bahkan disarankan.
Saya sendiri tidak bertele-tele. Jika hari ini ummat kristiani berhari raya Natal, maka saya adalah seorang muslim yang akan mengucapkan selamat kepada saudara-saudara Kristen. Hal ini saya lakukan tidak hanya sekadar seperti yang dikemukakan Quraisy Shihab saja, melainkan sebagai wujud penghargaan sekaligus pernyataan atas kebenaran yang dimiliki umat lain.
Bagi saya, menganggap dan meyakini agama sendiri sebagai yang benar adalah kewajiban. Namun, turut membenarkan kebenaran yang diyakini oleh non muslim juga adalah sebuah keharusan. Pernyataan ini bukan karena soal toleransi semata. Tapi hal ini merupakan keniscayaan. Jika saja prinsip semcam ini dapat tertanam pada pribadi-pribadi penganut agama lainnya, maka keharmonisan berbangsa akan terjalin dengan baik.
Keimanan Saya, insya Allah, tidak akan tergoyahkan hanya karena pergaulan bahkan membenarkan kebenaran ummat lain. Toh, jika kelak saya berpindah agama, itu karena hidayah. Demikian, semoga kita tetap rukun-rukun saja.



Postingan populer dari blog ini

Quantum Learning... !

Semasa menjadi kepala sekolah di SMA Alhikam, Desa Tumbak Kec. Pusomaen Kab. Minahasa Tenggara, Aku punya murid paling berandal. Hampir setiap hari malas sekolah dan pekerjaannya mengganggu orang lain. Bahkan tercatat beberapa kali berkelahi.  Dia perokok. Tapi Aku belum pernah tahu dan apalagi melihat ia minum minuman beralkohol. Jika toh ia pernah mabuk-mabukan, Aku yakin itu tidak dilakukan saat sekolah. Namun merokok, adalah pemandangan yang sering ku lihat saat ia masih berseragam.  Suatu ketika, di belakang gedung sekolah, ia dan teman-temannya sedang asik menikmati gumpalan asap rokok. Aku meradang. Rasa-rasanya ingin ku gampar satu persatu, terutama si berandal itu. Tapi Aku khawatir. Bertindak, harus dengan pikiran jernih. Mereka semua siswa yang secara fisik dan mental teruji bertindak anarkis. Bukannya takut, Aku hanya tidak ingin ada berita beredar, guru pukul murid, murid pukul guru, guru murid baku pukul. Jelasnya, Aku pasti kalah. Mereka gerombolan soalnya. Aku ...

SATPOL PP dan PKL

Suatu ketika, SATPOL PP bikin ulah lagi. Kali ini target operasinya di sebuah pasar tradisional yang udah ada Perda bahwa pedagang tidak di izinkan untuk beraktivitas dagang di lokasi tersebut. Ada penjual langsat. Belum sempat melarikan diri, barang dagangannya di hambur oleh PP. Karena dianggap melawan, salah seorang Satpol PP mengambil sebuah langsat dan dimasukkan ke lubar “ubur” (pantat) si pedagang kecil. Ia pun menagis dan berteriak histeris. Tak puas dengan ulahnya, SatPol PP melangkah ke jalan berikutnya, mereka menemukan penjual salak. Seperti biasa, salah seorang PP memasukkan barang dagangan tersebut ke dalam pantat pedagang. Anehnya, pedagang tersebut tidak marah, mengangis dan berteriak kesakitan. Tapi justru tertawa terbahak-bahak. Ketika ditanya PP “Kenapa kamu tertawa?” tanya PP. “Hehehe, pak-pak... saya tertawa membayangkan, di sebelah saya ada teman yang lagi jualan Durian. Kasihan pantatnya bakal di masukkin durian... kikikikik” lucon si pedagang.

Lampu Botol, Merawat Tradisi Melawan Kolonialisasi

"Besok, Kamu pergi ke pasar, cari pedagang yang menjual lampu botol. Beli 5 buah ya !" Perintah Ibu kepadaku.  "Memangnya, buat apa lampu botol itu, Ibu?"  "Loh, ini kan sudah akhir Ramdhan. Sudah menjadi tradisi keluarga kita sejak dulu untuk menyalakan lampu botol diakhir Ramdhan." Ibu menjelaskan. Karena masih penasaran, Aku terus mengejar dengan pertanyaan. "Boleh Ibu jelaskan, mengapa tradisi ini harus ada?" "Nak, Ibu tidak tahu persis dengan makna hakikinya. Ibu hanya pernah dijelaskan singkat oleh kakekmu. Menurutnya, lampu botol ini bermakna untuk menyambut lailatul qadar. Karena dulu tidak ada listrik. Sementara untuk menyambut malam ganjil yang special itu, masyarakat harus menerangi rumah dan lingkungannya. Selain itu, masih menurut kakekmu, lampu botol ini dipasang karena banyak masyarakat yang akan membagikan zakat fitrah setelah Tarawih. Jadi butuh penerangan." Terang Ibu. Aku masih belum puas d...