Berikan Saya Jawaban, Siapa Ulama Itu?

Sebenarnya, siapa yang punya otoritas untuk membela Tuhan dan agamaNya? Siapakah yang lebih pantas mentafsirkan maksud Tuhan dalam teks-teks suciNya? Jika Dia menyerahkan tugas tersebut kepada manusia, pastinya bukan kepada manusia awam. Ia adalah sosok yang special. Pribadi mulia dan benar-benar pilihan. Berkualitas, bahkan unggul dari semua sisi. 

Biasanya, orang-orang pilihan tersebut berpredikat sebagai Nabi dan Rasul. Mereka hadir ditengah-tengah masyarakat yang harus dibina dan diarahkan ke jalan kedamaian. Dalam Islam, predikat nabi dan rasul telah berakhir. “Jabatan” tersebut ditutup oleh Muhammad Saw. Tidak ada lagi nabi setelahnya. Otoritas penyampai wahyu Tuhan tidak lagi dilanjutkan. Khataman Nabiyyin.

Pasca nabi, tidak ada lagi teks-teks baru yang dikeluarkan untuk disebarkan kepada umat manusia. Jika ada pribadi yang mampu mengkampanye kalam Ilahi, sesungguhnya mereka hanya menyebarkan ayat-ayat sebelumnya, yakni firman yang telah disampaikan nabi. Pembawa risalah ketuhanan setelah nabi biasanya disebut ulama. Mereka adalah pewaris kenabian. Dari mulut dan tindakan mereka pula umat mengambil setiap nilai-nilai ajaran agama (Islam). 

Kendati demikian, ulama tetap saja bukan nabi. Bagi pengikutnya, apa yang dikatakan dan atau dilakukan Nabi, pasti diikuti. Tidak ada seorang pun yang akan melawan bahkan mampu menjadi nabi tandingan. Pendapat Nabi selalu yang terbaik. Jika ada sahabat yang tidak sependapat, maka dinamika tersebut tetap saja berakhir dengan sikap menerima petunjuk nabi. Sedangkan pemikiran dan fatwa ulama sering mendapat respon beragam dari umat. Bahkan jika ada yang tidak setuju, umat justru beralih kepada ulama lain dengan gagasan berbeda yang sesuai dengan kebutuhan umat. Lebih jauh, biasanya sering terjadi perdebatan antara ulama satu dengan yang lain.

Potret ini melambangkan bahwa hak otoritas dalam mengkampanyekan firman Tuhan mengalami keragaman pemaknaan. Umatpun menjadi pecah. Faktanya, perbedaan tafsir terhadap teks ketuhanan akhirnya membuat umat berada pada firqah-firqah yang telah dibuat oleh ulama itu sendiri. Ironinya, sering terjadi pertikaian (baca: perang saudara) hanya karena perbedaan pendapat dalam mentafsirkan nash suci Tuhan.  

Sebenarnya siapakah ulama? Mengapa pewaris nabi itu tak kuasa menlanjutkan kerja-kerja kenabian utamanya dalam hal menjaga persatuan umat. Dimana letak tuah ulama sehingga mereka mampu menjadikan umat tetap kokoh dalam persaudaraan kendati berbeda dalam banyak hal. Bagaimana mungkin mereka - yang disebut dalam al Qur’an sebagai orang yang taat kepada Tuhan, menguasai ilmu sosial, mendalami ilmu agama dan memahami ilmu alam - tak kuasa mengelola umat? Fenomena ini akhirnya menimbulkan tanya, masihkah relevan seseorang disebut ulama jika dalam fatwanya tidak menentramkan umat? 

Hari ini, umat hanya diberitahu agar senantiasa mencintai ulama. Mengikuti dan mentauladani mereka. Syukurlah jika ulama itu membina umatnya untuk senantiasa menjaga keharmonisan hidup. Sayangnya, banyak ulama yang memanfaatkan posisi “elitnya” itu untuk melakukan eksploitasi terhadap umat. Agama hanya alat untuk memuluskan syahwat politik mereka, lagi-lagi teks Tuhan dipakai sebagai senjata pamungkas. Umat pun harus tunduk. Inilah keadaan yang diprediksi Karl Marx. 

Tulisan ini bukanlah bermaksud menghina ulama, sebagaimana tuduhan orang banyak kepada Nusron Wahid yang dianggap menyinggung ulama ketika memberikan kritik atas tafsir al Maidah ayat 51. Bukan pula mengikuti gaya Ahok yang terlalu berani menganggap para penafsir al Maidah itu sebagai pembohong untuk menakuti umat. Melalui tulisan ini, Saya hanya ingin bertanya soal ulama yang sebenarnya itu siapa? Kenapa kharismanya hanya dihormati oleh pengikutnya, sedang pengikut lain terkadang tak mendukung bahkan melawan? Kenapa ulama Sunni banyak dicintai jamaahnya, tapi dibenci pengikut Wahabi? 

Terkahir, mengapa ulama banyak yang ramai-ramai ingin memenjarakan Ahok dengan cara menggiring massa untuk turun kejalan mendesak aparat agar tangkap Gubernur DKI itu? Ada apa dengan banyak ulama justru melarang jamaahnya ikut-ikutan dengan aksi tersebut? Mengapa pula ada ulama yang mengajak massa untuk membunuh Ahok? Kok bisa, Islam sebagai agama besar di Indonesia harus turun ke jalan dengan massa ratusan ribu hanya untuk melawan 1 orang pengikut agama minoritas, dan yang menyerukan agenda ini pun ulama? Apa itu ulama? Tolong jelaskan kepada saya. Atau jangan-jangan, mereka bukan ulama? Mereka hanya para cerdik pandai saja yang memanfaatkan status sosial sebagai pemuka agama? Jika memang begini, ya Tuhan, hadirkanlah pewaris Nabi Mu yang benar-benar mampu menjalankan tugasnya dengan baik. Wallahu A'lam Bish-Shawabi ….


Entri Populer

Labels

Blog Archive