Mengelola Keragaman dan Menjaga Iman: Belajar Dari Suwarno Tuiyo

Terjadi perdebatan di internal NU Sulut mengenai program Interfaith New Generation Initiative and Engagement (INGAGE). Utamanya perbincangan mengenai beredarnya foto salah seorang peserta Muslimah yang berjilbab sedang “bergaya” ibadah di depan patung Bunda Maria. Ada pula foto beberapa wanita berjilbab yang sedang serius mendengarkan “khutbah” pendeta di dalam gereja. Aktivitas ini pastinya menuai kontroversi dan mendapat beragam respon dari publik yang melihat foto-foto tersebut.

Perdebatan di NU bukanlah berada di forum terbuka melainkan sekadar saling komentar di grup WhatsApp (WA) kalangan Nahdliyin se Sulawesi Utara. Ada Kiai disana. Ada juga Ustadz dan santri-santri NU. Bahkan akademisi serta politisi pun menjadi anggota grup. Tentunya, semua latar belakang tersebut membuat grup selalu produktif dan dinamis.

Bertindak sebagai admin tunggal adalah Suwarno Tuiyo, Sekretaris PWNU Sulut. Admin selalu direpotkan dengan dinamika forum. Sesekali grup membahas mengenai isu-isu kontemporer, masalah internal dan agenda-agenda NU kedepan. Terkadang pula, Admin harus menjadi wasit ketika menemukan perdebatan yang tak berkesudahan. Sekali lagi, Admin tunggal adalah Suwarno Tuiyo. 

Khusus masalah kontroversi beredarnya foto pada kegiatan INGAGE, saya pun turut mengklarifikasinya di grup WA. Sebab, INGAGE merupakan program yang didukung oleh Lesbumi NU Sulut sejak awal. Bahkan, Ketua PWNU Sulut, Sya’ban Mauludin, pun turut memberikan apresiasi melalui sambutan pada pembukaan acara. Komentar saya, sebagai Ketua Lesbumi, hanya menegaskan bahwa pagelaran INGAGE bukanlah agenda mencampur-adukkan agama dengan agama lain, bukanlah kegiatan pendangkalan iman, bahkan bukanlah program merusak aqidah. 

“Mengenai foto seorang muslimah berjilbab yang bergaya ibadah di depan patung Bunda Maria, hanyalah aktivitas alay yang dilakukan oknum peserta disaat sesi santai. Sedangkan adanya foto ummat Islam di Gereja, bukanlah kegiatan ibadah, melainkan prosesi penyambutan peserta INGAGE oleh pengelola Gereja. Sekaligus penyerahan cendramata dari panitia kepada Gereja yang telah memberikan kesempatan peserta INGAGE berkunjung untuk belajar. Kegiatan di rumah ibadah agama lain pun bukan agenda utama. Sebab panitia tidak memaksa peserta untuk ikut, karena mengahrgai adanya keyakinan setiap pemeluk agama masing-masing” Saya berpendapat.

Namun saya sedikit terenung dengan komentar admin, Suwarno (biar lebih akrab saya sebut Kak Warno). “Belajar multikultural itu baik, tapi ibadah bersama itu perlu ditelaah ulang” (pen). Beberapa saat setelah muncul pernyataan Kak Warno, tiba-tiba beliau telpon saya. Terjadi percakapan sederhana. Saya mengklarifikasi apa adanya. Beliau akhirnya pun mendukung. Tetapi, tetap saja beliau memberikan nasihat. “Lanjutkan sahabat. Belajarlah bersama semua orang. Hiduplah berdampingan kendati dalam beda. Namun pastikan perkokoh iman. Aktivitas ibadah kita belum sempurna, sementara kita terlalu terbuka dengan semua kalangan. Ibadah sosial kita sangat baik, tapi ibadah ritual kita juga harus unggul”. Kak Warno mengingatkan.

Siapa Suwarno? 

Kak Warno menjadi panutan bagi kaum muda NU di Sulawesi Utara. Selain sebagai PWNU Sulut, ia juga menjabat selaku Ketua IKA PMII Sulut. Pengayom, tenang, mendamaikan serta solutif melekat dalam kepribadiannya. Bagi kalangan “Tua”, ia dianggap pemuda energik yang mampu memobilisasi organisasi dengan baik. Sementara bagi non-muslim, ia dianggap sebagai sahabat sesama perjuangan kemanusiaan. Kak Warno dikenal sangat santun dan mudah bergaul dengan semua kalangan. 

Sebelum menjabat sebagai Sekretaris PWNU, Kak Warno aktif di Lembaga Kesejahteraan Keluarga NU (LKKNU) Sulut. Ia banyak bergaul, berjumpa dan berinteraksi dengan banyak orang. Pandangan inklusifnya tentang visi keberagaman serta agenda organisasi termaktub dalam kesehariannya. Ia sangat terbuka tidak hanya pada komunitas yang berbeda secara ideologi, juga kelompok minoritas seperti LGBT sekalipun. Ia membantu orang-orang yang terinveksi HIV/AIDS. Ia aktif menghadiri kegiatan-kegiatan berbasis multikultural. Sementara, ia pun tak luput dari agenda-agenda ritual keagamaan.

Kini, Kak Warno telah pergi. Pergi untuk bertemu dengan “Peraciknya”. Ketauladanannya telah terukir dalam sejarah. Saya hanya sempat mengetahui sedikit dari sekian banyak pelajaran sosialnya. Saya hanya akan terus menahkodai Lesbumi NU Sulut dengan baik, karena ia lah yang merekomendasikan saya menjadi Ketua Lesbumi. Pelajaran penting tentang peristiwa kontroversi foto pada kegiatan INGAGE adalah bagaimana mengelola keragaman agama dengan baik, namun tetap menjaga etika dan iman dengan teguh. Terima Kasih Kak Warno. Dukungan dan restumu menjadi motivasi kami. Innalillahi Wa Innailaihi Rojiuun…

Taufik Bilfaqih
Ket. Lesbumi NU Sulut

Entri Populer

Labels

Blog Archive