Shahrukh Khan, Mawaddah & Ustadz Radikal


Sebut saja Mawaddah, seorang gadis belia yang baru beranjak remaja. Dia pengagum berat Shahrukh Khan, bintang film Bollywood yang terkenal dengan Film Kuch-kuch Hota Hai. Mawaddah benar-benar terobsesi dengan pria cakep itu. Ketika Saya berkunjung ke rumahnya, terlihat begitu banyak poster raja bollywood tersebut. Mulai dari debut awal Shahrukh Khan di dunia perfilman hingga film terbarunya, terpampang di dinding-dinding kamar. Sungguh, Mawaddah pengagum berat bintang India itu. 

Mawaddah bukan kerabat Saya. Kebetulan ia adalah murid SMA yang Saya nahkodai. Sudah 5 hari ia tidak masuk sekolah. Sebagai kepala sekolah, Saya harus berkunjung ke rumahnya untuk menemuinya dan orang tua atau walinya. Tidak ada kabar berita, gadis yang dikenal pintar dikelasnya ini membuat teman-teman dan guru di sekolah penasaran. Tidak biasanya ia absen tanpa keterangan di kelas. Teman sekelasnya mengakui bahwa Mawaddah adalah pribadi yang giat belajar termasuk taat dalam beribadah. Benar-benar mengherankan.

Ketika berada di rumahnya, orang tua Mawaddah membawa Saya ke kamarnya. Bukan untuk menunjukkan keberadaan Mawaddah. Karena ia saat itu juga tidak ada di rumah. Menurut ibunya, Mawaddah sedang berada di ibu kota bersama neneknya. Ia ingin menyendiri. Tidak mau didekati oleh siapapun, kecuali neneknya. 

Alasan orang tuanya memperlihatkan kamar Mawaddah yakni hanya ingin menunjukkan poster-poster pemeran Rahul di film Dilto Pagal Hai itu. Sembari memperlihatkan, Sang Ibu menjelaskan hal ikhwal Mawaddah yang melakukan aksi 'merajuknya'. 

"Gara-gara film ini" Si Ibu menunjuk sebuah poster film berjudul Raees. 

"Mawaddah kecewa dengan Shahrukh Khan yang membintangi Raees." Tambahnya.

"Memangnya kenapa dengan Film itu, Ibu?" tanya Saya penasaran.

"Ada beberapa hal. Pertama, Shahrukh Khan berperan sebagai pebisnis minuman keras. Kedua, tokoh Raees (Shahrukh) ternyata penganut Islam Syiah. Ketiga, difilm itu Raees membunuh seorang tokoh agama yang telah berjuang untuk melakukan serangan bom di Gujarat." Papar Ibu.

"Astaga, ini kan hanya film, Bu. Mengapa Mawaddah terlalu berlebihan begitu? Lagi pula, peran sebagai penjual miras, penganut Syiah dan membunuh tokoh agama yang teroris itu hanyalah akting semata" Saya menyisip pernyataan.

"Begini, Pak. Mawaddah punya kepribadian yang aneh memang. Namun, ini adalah prinsip dia. Kendati ia seorang fans berat Shahrukh Khan, ia sangat membenci Syiah. Sosok Raees yang memukul-mukul badannya menggunakan senjata tajam untuk memperingati tragedi Karbala, baginya adalah adegan yang paling buruk.

Mawaddah juga menganggap tindakan tokoh agama yang melakukan serangan bom itu adalah aksi mulia demi menjaga kemurnian Islam yang telah dirusak oleh penganutnya. Islam itu harus murni. Baginya, Islam harus bersih dari praktek-praktek sesat. Tak heran, film Raees ini membuatnya membenci keadaan. Bagaimana mungkin, idolanya mau mengambil peran yang bagi Mawaddah adalah hal buruk.?" Ibu menjelaskan.

Saya, tak mau terjebak dengan pernyataan tersebut. Ini hanyalah kekonyolan. Walau harus Saya hargai sebagai bagian dari prinsip Mawaddah. Saya hanya menitipkan pesan kepada orang tunya agar sekiranya mengingatkan Mawaddah untuk tetap sekolah. Perkara obsesinya, itu urusan dia. Meski begitu, Saya tak tinggal diam. Dalam benak, Saya bertanya-tanya, apakah pemikiran yang dangkal Mawaddah itu ia dapatkan di sekolah, atau tempat-tempat lainnya?. 

Mawaddah boleh saja membenci Syiah. Tapi apakah SMA yang saya pimpin itu mengajarkan kebencian terhadap keyakinan orang lain? Ia bisa saja mendukung gerakan pengeboman oleh kelompok-kelompok radikal, tapi apakah sekolah Saya mendidik demikian? Kecuali menjauh dari minuman keras, itu memang ajaran yang senantiasa digaungkan demi menyelamatkan generasi penerus. Tetapi, dua hal sebelumnya itu sungguhlah bukan kurikulum SMA Kami. 

Saya semakin penasaran. 

Tiga hari kemudian, Saya mendapatkan jawabannya. Benar, ternyata guru agama Islam di SMA adalah jebolan organisasi transnasional. Oleh rekan-rekan di kelas, Mawaddah diketahui sangat akrab dengan guru tersebut. Saya baru mengetahui, bahwa Ustadz itu pernah merakit sebuah bom dan diledakkan di salah satu kota besar.

Di lingkungan sekolah, guru agama ini terlihat familiar. Tidak ada tanda-tanda bahwa ia berperangai ekstream. Satu-satunya bukti bahwa Ia adalah pengikut aliran radikal adalah ia tidak pernah mengikuti upacara bendera. Salah seorang murid pernah berujar ke Saya, Ustadz itu pernah bilang ke siswa-siswi, bahwa guru-guru Islam di Sekolah ini adalah orang yang sudah kafir karena menghormati bendera saat upacara. 

Sadar bahwa sekolah yang Saya pimpin terdapat oknum fundomentalis, ekstrimis dan radikal dalam berpikir, langsung saja Saya mengambil kebijakan untuk memecatnya. Salah dan benarnya tindakan Saya, tidak penting. Utamanya adalah, Saya tidak mau ada Mawaddah lainnya. Dari sini Saya belajar, bahwa Siswa Pintar tetap saja perlu dikawal. Perangai guru yang terlihat umum, tetap juga perlu diwaspadai. Prinsip Saya hanya satu terkait peristiwa ini, bahwa sekolah Saya harus bebas dari Terorisme, Radikalisme dan Fundomentalisme. 

Terima Kasih Shahrukh Khan, filmmu menolongku. 

Tontonlah Raees. Pelajari pesannya. Sekian.

Label:

Entri Populer

Labels

Blog Archive